Lightning Cloud

Monday, January 28, 2013

Musik Daerah Sulawesi


1.       Musik daerah sulawesi
Lagu tradisional sulawesi  biasanya diiringi musik tradisional dari daerah suawesi pula. Musik tersebut di antaranya adalah :
a.        Musik Gandrang Bulo

 Gandrang bulo adalah kesenian cerdas. Semacam teater tradisional yang mengangkat berbagai tema dan isu sosial. Terkadang kritikan seniman gandrang bulo begitu keras. Namun dikemas dalam banyolan segar yang mengundang gelak tawa.
Pemain membawakan karakter lucu seperti orang idiot atau orang kampung yang lugu berhadapan dengan pemeran pejabat atau orang berkuasa yang angkuh. Orang idiot dan orang kampung itu selalu berhasil mencibir si pejabat. Begitu lucu gerak-gerik para pemain sehingga orang yang dikritik pun ikut tergelak tertawa.

Begitu lucu gerak-gerik para pemain sehingga orang yang dikritik pun ikut tergelak tertawa. berhadapan dengan pemeran pejabat atau orang berkuasa yang angkuh. Orang idiot dan orang kampung itu selalu berhasil mencibir si pejabat. Begitu lucu gerak-gerik para pemain sehingga orang yang dikritik pun ikut tergelak tertawa.
Pementasan gandrang bulo diiringi musik tradisional yang terdiri dari potongan bambu yang diadu secara serentak, gendang, dan suling atau alat gesek tradisional Makassar. Para pemain gandrang bulo mengenakan pakaian tradisional


b.      Musik Sinlirik
Sinrilik adalah budaya tradisional Makassar yang merupakan sarana hiburan yang unik dan sarat dengan seni. Sinrilik ini adalah salah satu seni tradisi lisan orang-orang Makassar, syair-syairnya pada umumnya dilagukan bersama sebuah alat gesek pada saat-saat tertentu dikala senggang sambil mengurai tuntunan hidup yang dikemas ringan. Sinrilik kadang sarat dengan kritikan-kritikan sosial namun disampaikan dengan cara yang sopan dan penuh canda. Dengan diiringi alat musik kesok-kesok atau sejenis rebab, seorang passinrilik atau pemain sinrilik menyanyikan suatu cerita yang tersusun secara puitis.
sinrilik dibagi atas dua macam, yaitu sinrilik pakesok – kesok dan sinrilik bositimurung. Sinrilik pakesok – kesok adalah sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok – kesok (rebab).sedangkan Sastra bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa diiringi alat musik kesok – kesok dan biasanya dilantunkan pada tempat yang sunyi di kala orang yang berada di sekelilingnya



2.       Alat Musik Yang Digunakan

Beberapa alat musik yang digunakan masyarakat Sulawesi adalah  Alosu, Anak Becing, Basi-Basi, Popondi, Keso-Keso, Lembang.
a.        Alosu
alat musik yang berupa kotak anyaman dari daun kelapa yang didalamnya di isi biji bijian.

b.        Anak Becing
alat musik yang terbuat dari batang logam, bentuknya seperti pendayung.

c.         Basi-basi
sejenis alat musik tiup terompet yang dipasang rangkap.
d.        Popondi
alat musik yang terbuat dari kayu yang berbentuk busur seperti tanduk kerbau atau tanduk sapi yang bertumpu pada sebuah tempurung kelapa, di ujungnya atas bagian tanduk dipasang 1 buah senar dan dimainkan dengan cara dipetik (Tana Toraja)
e.        Keso-keso
sejenis rebab (alat musik gesek) dari daerah Toraja
f.          Lembong
sejenis seruling yg panjangnya 50 - 100 cm dan dengah garis tengah 2 cm, diujungnya dipasang tanduk kerbau atau sapi jd menyerupai cerobong yang dimainkan dengan cara ditiup(Tana Toraja)

 
 
Daftar Lagu- lagu Daerah Sulawesi

Judul Lagu
Asal daerah
Ammac Ciang
Anak Kukang
Anging Mamiri
Ati Raja
Batti'batti
Ganrang Pakarena
Ma Rencong
Marencong-rencong
Pakarena

Esa Mokan

Gadis Taruna

O Ina Ni Keke

 Si Patokaan      

Sitara Tillo

Dabu-Dabu

Binde Biluhuta

Tondok Kadadingku

Tope Gugu

Tana Wolio


Tokoh-tokoh Musik Daerah Sulawesi
1.     Hendrik Julieus Mantiri  
(Maestro Musik Tradisional Bambu)  Sulawesi Utara

 
Suara indah dari alat musik yang ia ciptakan membawa nama Hendrik Julieus Mantiri  dikenal sampai ke luar negeri. Bambu yang dijadikannya alat musik itu telah menghasilkan berbagai penghargaan untuknya. Halaman sekaligus garasi rumahnya di Desa Lemoh, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara, sekitar 30 kilometer arah selatan Kota Manado, seakan menjadi saksi bisu keberhasilan Hendrik.
                Ia mendapat penghargaan sebagai maestro seni tradisi dan maestro musik tradisional bambu. Di garasi seluas sekitar 100 meter persegi itu, mulai tahun 1975 Hendrik mematangkan tekad menjadi pemusik dengan alat musik bambu sekaligus membuat sendiri alat-alat musiknya. Sehari lima alat musik bambu ia buat, mulai yang mengeluarkan nada rendah sampai tinggi.
Setelah mahir, dia bersama teman-teman membuat kelompok musik. Lagu-lagu daerah Minahasa mereka mainkan pada saat berkumpul, dan kala bersama warga desa lain. Hobinya bermain musik tak berhenti meski tahun 1975 Hendrik mengikuti orangtua yang pindah dari Boroko ke Desa Lemoh.  Justru di tempat tinggal barunya ini tekad dia semakin kuat untuk menjadi seniman.                Bersama kelompok musiknya, ia rajin berlatih. Sebagai ketua grup, Hendrik-lah yang menyemangati rekan-rekannya berlatih. Seiring berjalannya waktu, undangan untuk bermain di desa-desa tetangga pun mengalir. Grup ini mulai tenar di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, mereka sampai bermain di Jakarta pada 1991. ”Pengalaman di Jakarta menjadi bagian penting dari karier saya.”
Obsesi Hendrik membuat sendiri alat musik bambu, berawal dari ”sentilan” Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (kala itu Fuad Hassan) saat menonton pertunjukan mereka. Fuad Hassan mengkritik dia, katanya, kelompok Hendrik belum bisa disebut kelompok musik bambu tradisional. Alasannya, alat musik yang digunakan, seperti saksofon, klarinet, dan cello, terbuat dari kuningan, bukan bambu. Oleh karena itulah, sepulang dari Jakarta, Hendrik berupaya membuat alat musik dari bambu. Ini tak mudah. Ia harus mencari bambu yang layak, memotong batang bambu, dan merekatkannya dengan lem kayu, lalu melubanginya hingga keluar nada yang sama dengan alat musik biasa. Setelah tiga bulan mencoba, dia baru berhasil. ”Suara yang keluar (dari alat musik bambu) tidak pecah. Ini seperti alat musik berbahan kuningan,” katanya bangga.

2.     Serang Dakko/ Daeng Serang




S
erang Dakko, panggilan akrabnya Daeng Serang. Ia seorang Maestro Gendang. Gelar yang didapat dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2007. Ia adalah salah satu penggiat seni tradisi yang aktif melestarikan kesenian musik tradisional Makassar khususnya alat musik tabuh.
Daeng Serang mulai bermain gendang sejak usia belia, yaitu 9 tahun. Kemahiran Daeng Serang bermain gendang didapatnya dari mengamati sang ayah. Ayah Daeng Serang juga seorang pembuat dan pemain gendang. Dari ayahnya lah Daeng belajar seluk beluk gendang.
Saat masih kecil, Daeng sudah mengajak anak-anak sebayanya untuk membentuk

kelompok gendang dan berlatih bersama. Kini usianya sudah 70 tahun. Bayangkan! Sudah berapa lama Daeng Serang bermain gendang? Tetapi kecintaannya dengan gendang sejak kecil menyemangati Daeng untuk berusaha mempertahankan dan melestarian seni tradisional ini.
Cara Daeng Serang melakukannya adalah dengan terus mengajarkan cara bermainnya dan cara membuat gendang pada siapa saja. Tanpa dipungut bayaran. Selain mengajar di rumahnya yang bernama Sanggar Alam, Daeng Serang juga mengajar di berbagai perguruan tinggi sebagai dosen tamu.
Apa ciri khas Daeng Serang dalam bermain gendang dibandingkan pemain gendang lainnya? Rupanya Daeng Serang sering berhenti tiba-tiba di tengah-tengah permainan gendangnya. Penonton pun kaget. Mereka mengira lagunya sudah habis, padahal ternyata masih dilanjutkan lagi.
Rupanya Daeng Serang suka memberi kejutan. Kebiasannya berhenti mendadak seperti itu lah yang menjadi ciri khas permainan gendang Daeng Serang. Satu hal lagi, kalau berhenti, Daeng Serang biasanya melakukan gerakan-gerakan jenaka. Misalnya suatu kali ia berhenti lalu bergaya sedang berpikir. Hihihihi, kreatif sekali ya Daeng Serang

.

0 comments:

Post a Comment